JAKARTA - Seorang dosen Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya membuat kapal buaya pertama di dunia. Enggak usah khawatir, kapal ini aman dari predator buas itu kok.
Kapal buaya ini sebenarnya kapal militer yang terinspirasi dari pergerakan unik hewan reptil zaman purba tersebut. Dr Ir Wisnu Wardhana SE Msc, dosen di Jurusan Teknik Kelautan ITS, menamai kapal rancangannya itu dengan Kapal Perang Crocodile-Hydrofoil (KPC-H).
"Kapal ini mempunyai karakteristik gerak yang baik untuk meningkatkan akurasi tembakan," ujar Wisnu seperti dilansir ITS Online, Kamis (8/12/2011).
Kapal buaya merupakan kapal non permukaan pertama yang dirancang oleh Wisnu. Sebelumnya, Wisnu sudah sering merancang kapal normal permukaan. Dia pun berharap kapal rancangannya dapat digunakan untuk alat pertahanan dan keamanan (hankam) nasional di masa depan. Sebab menurutnya, strategi hankam Tanah Air memerlukan wahana perang yang mampu bergerak dengan kecepatan tinggi dan sukar dideteksi.
Harapan Wisnu tidaklah muluk-muluk. Pasalnya, kapal buaya ini diklaim mampu menyamar, mencegat, menyusup, melepas pasukan komando dengan hening, serta merekam atau mengirim data kondisi awan.
"Tak hanya itu, kapal buaya juga saya rancang untuk bisa menebar ranjau, serta menyerang atau menghindar dengan cepat," klaimnya.
Kegelisahan Wisnu akan lepasnya berbagai pulau berharga di Nusantaralah yang mendorongnya merancang kapal buaya. Dia menilai, Indonesia membutuhkan kapal perang dengan tingkat teknologi tinggi. Dia pun mengombinasikan unsur kecepatan dan tidak mudah dideteksi pada kapal rancangannya tersebut.
Filosofi buaya dia ambil karena predator ini mampu memangsa dengan cepat. Buaya juga terkenal sebagai hewan yang kuat, tangguh, dan berada pada rantai makanan cukup tinggi.
"Kelihatannya saja buaya diam dan tenang, tapi tiba-tiba langsung menyambar. Kita butuh yang seperti itu, kapal perang yang mampu mengejutkan musuh," tuturnya.
Pria asli Surabaya ini juga merancang KPC-H dengan mengadaptasi perilaku buaya. Dia bisa menjadi kapal normal permukaan, kapal selam (submarine), dan kapal Hydrofoil (di atas permukaan).
Mode kapal selam dapat digunakan ketika melakukan penyamaran. Dengan demikian, kapal akan sulit dideteksi karena radar tidak bisa menembus air. Sedangkan mode hydrofil digunakan ketika sedang mengejar musuh dan memerlukan kecepatan.
"Perilaku kapal bisa disesuaikan sesuai situasi yang sedang dihadapi," imbuhnya.
KPC-H atau kapal buaya dibangun dengan panjang 12 m, lebar 2,8 m, dan tinggi dua meter. Dengan berat 14,35 ton, kapal ini mampu melaju 20 knot atau sekira 36 km per jam ketika menyelam. Sedangkan kecepatan ketika tidak sedang menyelam adalah 40 knot (72 km per jam) karena resistivitynya lebih kecil.
"Agar kapal dapat melayang, maka berat jenisnya disesuaikan dengan berat jenis air," papar Wisnu.
Kapal buaya dapat mengangkut hingga enam awak kapal. Kapal ini juga dilengkapi cerobong udara yang digunakan ketika menyelam. Cerobong tersebut berfungsi menyuplai udara yang dibutuhkan ketika kedua mesin dieselnya sedang bekerja. Sayangnya, kemampuan menyelam kapal buaya hanya di kedalaman maksimal 10 m.
Saat ini, TNI Angkatan Laut bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), serta dengan perusahaan dan perguruan tinggi lain sedang mengkaji rancangan KPH-C. Diperkirakan, penelitian tersebut membutuhkan waktu sekira tiga tahun. Jika semua berjalan sesuai rencana, maka pada 2013 kita sudah akan bisa melihat purwarupa kapal buaya rancangan Wisnu.(rfa)
No comments:
Post a Comment